Tuntutan Emosi untuk Pejabat Negara



2020 mungkin bukan tahun yang bersahabat bagi semua orang di Indonesia. Mulai dari polemik pandemi yang tak kunjung usai, pemerintah yang tak punya solusi, pilkada yang dipaksakan hingga pengesahan konstitusi yang dinilai tidak pro rakyat. Jelas keresahan dan kehidupan yang serba tak pasti memantik emosi rakyat. Mulai dari takut, sedih hingga marah. Hari ini, 8 Oktober 2020, lagi-lagi rakyat Indonesia harus turun ke jalan untuk berteriak agar didengar setelah pengesahan UU Cipta Kerja yang dilakukan DPR RI dalam Sidang Paripurna, Senin (5/10). 

Tahun lalu, rakyat aksi untuk menentang UU KPK yang disahkan secara diam-diam dan terburu-buru, menolak RKUHP dan menuntut disahkannya RUU PKS. Hingga sekarang, tuntutan-tuntutan ini masih mengapung di udara. Presiden menolak mengeluarkan Perppu, RKUHP dan RUU PKS masih ditimbang-timbang tanpa kejelasan. Untuk siapa sebenarnya pemerintah bekerja saat suara rakyat hanya ancaman yang mereka hadapkan dengan polisi?

Hari ini, buruh dan mahasiswa di seluruh Indonesia berunjuk massa di daerah masing-masing. Di Jakarta sendiri, berbagai titik dihampiri massa aksi seperti istana negara, gedung DPR RI dan banyak titik lainnya. Ancaman virus mematikan yang menjadi pandemi global tidak dihiraukan tatkala kesejahteraan kehidupan dipertaruhkan. Bagaimana sekian banyak manusia rela mempertaruhkan nyawa hanya untuk didengar pemerintahnya? Tidakkah pemerintah memiliki sedikit rasa kemanusiaan?

Jika melihat ke belakang, UU Cipta kerja memang diinisiasikan oleh pemerintah yang dikepalai oleh Presiden RI, Joko Widodo. UU Cipta Kerja dilatarbelakangi oleh kebutuhan ekonomi Indonesia yang berharap untuk meningkatkan investasi ketika jumlah tenaga siap kerja begitu tinggi. Tapi hal ini dibantah Faisal Basri, seorang ekonom yang menunjukkan data bahwa investasi di Indonesia dalam keadaan yang baik-baik saja. Dimana sebenarnya urgensi dari UU yang lagi-lagi disahkan secara terburu-buru?

Kata Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, pemerintah sudah melakukan konsultasi publik. Logikanya, jika publik sepakat, kenapa nyatanya begitu banyak massa yang menentang dan turun ke jalan hari ini di seluruh Indonesia? Publik mana yang diajak diskusi oleh pemerintah? Mungkin publik di atas sana yang bermain bisnis dengan menanam modal.

Terlepas dari substansi pasal yang kontroversi dan bagaimana proses perumusannya yang kilat itu. Ada hal lain yang semestinya menjadi beban pikiran terbesar untuk para pejabat negara. Mengharukan rasanya, melihat citra pemerintah yang membentuk tim ini itu untuk menangani pandemi Covid 19 walaupun hingga hari ini angka kasus Covid 19 masih terus tinggi. Ternyata, pemerintah tetap memikirkan hal yang menguntungkan bagi sebagian orang dan ditolak rakyat. Jika angka kasus Covid 19 masih tinggi, artinya tim tim special ini tidak efektif kan pak? Bagaimana bisa memerangi pandemi jika pemerintah justru membuat kebijakan yang memancing emosi masyarakat hingga harus turun ke jalan dalam jumlah manusia yang begitu banyak?

Semoga teman-teman yang turun ke jalan pulang dengan selamat tanpa terjangkit virus, tanpa luka akibat benturan dengan polisi. Semoga pemerintah membuka pintu hatinya untuk rakyat yang masih berteriak di jalan. Kerusuhan dimana-mana pasti terjadi, tapi semoga teman-teman yang berjuang selalu dilindungi Tuhan.

May God bless Indonesia.

Comments

Popular posts from this blog

The Emptiness

Seseorang di Seberang Lautan

Puisi di Pojok Kelas