Di Akhir September 2019
17 September 2019, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar rapat paripurna dan mengesahkan revisi undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
RUU KPK memang menjadi kontroversi dengan anggapan bahwa pasal-pasal di dalamnya berupaya untuk melemahkan kinerja KPK sebagai lembaga yang dianggap merupakan amanah reformasi. Mahasiswa yang menjadi gerakan terpelajar mengkaji draft RUU KPK dan merasa geram dengan disahkannya RUU ini. Pengesahan RUU KPK dianggap tergesa-tergesa di akhir masa jabatan DPR. Belum selesai dengan RUU KPK dan polemik di dalamnya, DPR memilih ketua KPK yang diduga bermasalah.
Saat ini DPR terkesan grasa-grusu dalam membuat undang-undang. Diam-diam dan terburu-buru. Ada apa, DPR? Kepentingan siapa lagi yang dikedepankan?
Pengesahan RUU KPK dan RKUHP yang masih digodok memantik mahasiswa untuk turun ke jalan pada 19 September 2019. Massa aksi mendatangi gedung DPR/MPR RI di Senayan. Aksi dilakukan dengan orasi yang damai hingga mempertemukan sejumlah perwakilan mahasiswa dengan Sekretaris Jenderal DPR RI. Pertemuan ini menghasilkan harapan bagi mahasiswa. Kesepakatannya, mahasiswa akan diberikan ruang dialog dengan anggota komisi III DPR RI selambat-lambatnya sebelum tanggal 24 September 2019. Namun pertemuan itu tidak terjadi.
Pengkajian terhadap RKUHP terus berlangsung di lingkungan kampus-kampus. Mulai dari pembahasan tentang perluasan definisi zina, gelandangan, jam malam perempuan, penghinaan presiden, makar dan pasal-pasal lainnya yang dianggap sebagai upaya untuk mempermudah kriminalisasi pihak masyarakat Indonesia.
23 September 2019, mahasiswa kembali turun ke jalan karena merasa aspirasinya belum di dengar. Mahasiswa datang menagih janji pertemuan untuk dialog. Aksi tetap berlangsung damai dan mempertemukan para perwakilan massa dengan Badan Legislasi DPR RI. Pertemuan ini tidak menghasilkan titik terang.
Mahasiswa kembali mendatangi DPR RI pada 24 September 2019 dengan jumlah massa yang lebih banyak. Massa sudah berada di lokasi sejak pukul 9 pagi. Tidak hanya di Jakarta, mahasiswa di berbagai kota di Indonesia turut menggelar aksi turun ke jalan dengan tuntutan yang sama.
Berikut 7 tuntutan mahasiswa:
1. RKUHP
Poin pertama 7 tuntutan mahasiswa adalah mendesak adanya penundaan untuk melakukan pembahasan ulang. Sebab, pasal-pasal dalam RKUP dinilai masih bermasalah.
2. Revisi UU KPK
Pemerintah juga didesak membatalkan revisi UU KPK yang baru saja disahkan. Revisi UU KPK dinilai membuat lembaga anti korupsi tersebut lemah dalam memberantas aksi para koruptor.
3. Isu Lingkungan
Tuntutan mahasiswa di DPR lainnya berkaitan dengan isu lingkungan. Mahasiswa menuntut negara untuk mengusut dan mengadili elite-elite yang bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan di wilayah Indonesia.
4. RUU Ketenagakerjaan
Ada juga tuntutan merevisi RUU Ketenagakerjaan. Mahasiswa menilai aturan tersebut tidak berpihak kepada para pekerja.
5. RUU Pertanahan
Mahasiswa juga menolak RUU Pertanahan dalam 7 tuntutan mahasiswa. Mereka menilai aturan tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat reforma agraria.
6 RUU PKS
Dalam aksi demo, para mahasiswa meminta agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
7. Kriminalisasi Aktivis
Terakhir, 7 tuntutan mahasiswa adalah mendorong proses demokrasi di Indonesia. Selama ini, negara dianggap melakukan kriminalisasi terhadap aktivis.
Aksi pada Selasa itu menjadi ricuh saat mahasiswa mulai memaksa masuk ke dalam gedung DPR, Selasa sore. Sejumlah mahasiswa dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka.
Infografik:
Dukungan baik dari sebagian masyarakat yang merasa aspirasinya terwakili mahasiswa hari itu mengalir. Mahasiswa turun ke jalan dengan doa dari berbagai lapisan masyarakat yang diwakilinya. Teriakkan "Hidup Mahasiswa!! Hidup Rakyat Indonesia!!" selalu terdengar. Atmosfir yang membangkitkan emosional menyelimuti perjuangan mahasiswa yang tidak takut melawan air, gas air mata dan peluru karet.
Belum selesai perjuangan agent of change, fitnah yang mengatakan gerakan atas nama rakyat mereka ditunggangi pihak-pihak tertentu beredar luas. Mahasiswa tidak ingin menggulingkan rezim, tidak memihak pada pemerintah atau oposisi, hanya berupaya agar konstitusi yang akan berlaku nantinya adalah undang-undang yang pro terhadap kepentingan rakyat Indonesia.
Sumber: detik.com, merdeka.com, kompas.com
Jakarta, 27 September 2019


Comments
Post a Comment